CINTA YANG LARUT   Oleh: Ferdy Salsabila hanya bisa berdiam  dingin ini menyerah di seluruh tubuhku mata melayang menembus cahaya putih kila...



CINTA YANG LARUT 


Oleh: Ferdy Salsabila

hanya bisa berdiam 

dingin ini menyerah di seluruh tubuhku

mata melayang menembus cahaya

putih kilauannya membuat teduh

masih jelas kulihat pesona ayumu

masih jelas-jelas dawai jiwamu  yang perlahan-lahan bawa semua tanya  bersama-sama melangkahi taman

terangkai dalam bunga

tanda cinta murni adanya

tapi daun pun tiada muncul menghapus rindu

lari telanjang tanpa seorang pun yang peduli di dunia ini


KEBERSAMAAN

dalam kebersamaan itu  bunga menyerbuk citra kasih sayangnya lebah mendekati menyanyi ria anak-anak menyukai madu dari penghasilannya dia menyukai tamannya  aku menyukainya  lalu aku melihatmu di taman sebagai sebab dan mencintaimu sebagai akibatnya  Itulah dunia, prosesnya tak berhenti terasa sempurna dilengkapi


TEMPAT SEMBUNYI

angin bernyanyi mendorong awan  mentari tak ada dalam fajar subuh

kebahagiaan itu musnah begitu saja

terbitan sedih melintasi pelangi

mereka bisa merasa penindasan di baliknya

bara api menjadi debu merasuki dan menyangkal senyuman

serbuk bertebaran sambil menari-nari pada gelap;

"kau tak bisa lari dari kesalahan. harga diri seseorang terletak pada lidah dan perbuatannya."


Ferdy Salsabila kelahiran 15 April 2002. Merupakan siswa SMA N 1 Sampang.


  PEREMPUAN ITU DI UJUNG DERMAGA Oleh: Moh Faiq           Setiap sore, selalu kudapati seorang gadis duduk di ujung dermaga sana. Kakinya di...

 



PEREMPUAN ITU DI UJUNG DERMAGA
Oleh: Moh Faiq

        Setiap sore, selalu kudapati seorang gadis duduk di ujung dermaga sana. Kakinya diayun-ayunkan. Dan sesekali melempar genting ke tengah laut. Aku memperhatikannya, seperti penunggu dermaga saja.

      Gadis sendirian itu bukanlah hal baru bagi orang-orang, kecuali aku. Kata orang-orang, gadis di ujung dermaga itu adalah manusia biasa. Rumahnya tidak jauh dari pasar jagal. Akan tetapi, meskipun orang-orang menganggap itu adalah gadis biasa, setiap raut orang yang bercerita selalu  memancarkan pilu dan nestapa. Mereka seperti sedang bercerita masa lalu yang kelam. Dan tidak ingin terlalu lama membicarakannya. Aku melihatnya, dari pelipis mata dan kerutan dahinya.

     Karena jawaban orang-orang tentang gadis di ujung dermaga itu sama, maka cukup kuat rasa penasaranku tentangnya. Mungkin iya, aku harus percaya bahwa gadis itu adalah gadis biasa. Bukan jin apalagi malaikat. Malaikat macam apa yang ibadahnya melemparkan genting ke tengah laut. 

        Suatu sore, di saat senja tidak muncul, hanya awan-awan cokelat menggumpal. Langit akan segera hujan, dan petir sepertinya sudah siap menyambar. Gadis itu tetap menampakkan punggungnya. Dia tidak bergerak. Tidak pula bergeming. Sepertinya dia tidak peduli apa pun yang menimpa sekitarnya, termasuk menimpa dirinya sendiri. Dia seperti seseorang yang putus asa, yang pasrah terhadap apa pun, termasuk ancaman alam sekalipun. Apakah benar yang orang katakan bahwa gadis itu bukanlah jin? 

        Hujan pun turun, mengguyur laut dan tanah. Sangat deras. Orang-orang dari pasar kecil-pasar kecil di sekitar dermaga terus berlalu-lalang, berlindung, melindungi dagangannya, menutup kepalanya dengan payung, melangkahkan kakinya ke bawah atap dan menyelimuti tubuh dengan jas hujan. Itu adalah petanda, bahwa manusia masih berada di bawah kuasa alam. Tetapi tidak dengan gadis itu. Dia tetap duduk di ujung sana, dibiarkan rambut dan kulitnya kuyup. Dan dibiarkan alam bercumbu dengannya. Saat dia mendekapkan kedua tangannya kedinginan, aku seperti melihat seseorang tersesat kebingungan. Dia membutuhkan perhatian. 

      Aku sudah tidak bisa menyimpan tanda tanya itu semakin membesar. Mungkin dia adalah gadis yang tengah dirundung musibah. Kehilangan orang tua, korban KDRT, atau diputusin pacarnya. Apa pun itu.  Aku berencana menemui gadis itu besok. Sebelum senja tertutup rapat, aku telah menyiapkan kue untuk kuberi padanya. Ada kue yang kubeli, perpaduan karamel dan keju, sedikit ada hiasan bunga melati di pinggirnya. Dan juga, kupersiapkan beberapa genting. 

       Siapa tahu kami bisa mengobrol enak, sambil satu sama lain tahu, lemparan siapa yang paling jauh. Senyuman dan tawa siapa yang paling keras, dan bisa bertukar nama dan nomor telepon, bukan. Sepertinya cukup mengasyikkan juga menghabiskan waktu untuk satu lembaran genting. Tapi apakah iya, gadis itu berada di dermaga hanya karena gemar melempar genting? 

       Keesokan harinya, seperti yang kuduga, gadis itu masih ada. Dengan pakaian yang berbeda. Aku berjalan, sumringah, kedua tanganku memegang kue, dan saku kiriku penuh dengan genting-genting yang kupilih di belakang rumah. 

       Aku berjalan dengan langkah gontai. Rupanya, ujung dermaga itu lumayan jauh. Tiba-tiba, setelah aku tiba di pertengahan jalan, ada kabut setebal awan di depan mata. Membuat laut semakin samar. Hingga kabut yang tebal itu menghalangi seluruh pandangan. Sejak kapan kabut hinggap di tanah ini, di waktu sore, di waktu yang tidak seharusnya. 

        Dan aku tidak bisa melihat apa pun. Termasuk punggung gadis itu. Aku meraba-raba kabut tebal itu, seperti berusaha memindahkan sarang laba-laba yang berlipat-lipat. Aku merasa tidak memindahkan apa pun. Seperti memindahkan kekosongan. Pandanganku masih putih. Dan tubuhku seperti berada di atas awan. 

       Dengan terus-menerus, tanganku yang selalu ku ayun-ayunkan.Berusaha menyingkirkan penghalang ini. Tak tau sudah berapa kali tanganku bergerak seperti ketika berenang. Hingga akhirnya aku berhasil melenyapkannya. Pandanganku kembali normal. Tetapi, ke mana gadis itu? Punggung gadis itu telah tiada. Yang tersisa ada hanyalah tumpukkan genting yang berserak. 

Kantor Kabar Madura, 24 Januari 2020

Biografi Penulis

Moh Faiq bekerja menjadi jurnalis di Kabar Madura




  Judul: Evolusi Reproduksi Manusia Penulis: Jared Diamond Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia ISBN: 978-602-424-997-7 Tebal: 209 + xi ha...

 


Judul: Evolusi Reproduksi Manusia

Penulis: Jared Diamond

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

ISBN: 978-602-424-997-7

Tebal: 209 + xi halaman

Edisi: Cetakan ke-2, 2019


MENGAPA SEKS ITU MENGASIKKAN?

Oleh: Miladiyah

Membicarakan seksualitas menusia memang tak ada habisnya. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang memandang dan berbicara tentang seks secara terbuka merupakan hal yang tabu. Tapi, mengapa pula menganggapnya tabu jika seksualitas sendiri merupakan kebutuhan fundamental seluruh spesies bumi untuk bertahan hidup dan mempertahankan garis keturunannya. Kurang lebih jika dianalogikan, menabukan seks sama hal-nya menganggap tabu kegiatan sehari-hari, seperti makan dan minum.

            Buku ini menjelaskan aktivitas seks manusia dalam sudut pandang biologi evolusioner. Sebagai makhluk biologis, manusia memiliki seksualitas yang tergolong unik dan ganjil. Jika ditimbang pada standar seksualitas ribuan spesies hewan lainnya, seksualitas manusia sendiri tergolong sebagai seksualitas yang menyimpang. Spesies hewan lain melakukan seks mutlak sebagai aktivitas prokreasi (menghasilkan keturunan). Sedangkan pada manusia, seks dilakukan tidak hanya sebagai sarana prokreasional, namun juga sebagai sarana rekreasional (terkait dengan judul asal buku ini yang cukup atraktif, "Why Sex is Fun?")

            Jared Diamond memaparkan bahwa kenikmatan seks pada manusia muncul disebabkan oleh banyaknya faktor. Terjadinya seks rekreasional disebabkan karena perempuan bersedia melakukan hubungan seks bahkan dalam keadaaan tidak subur (ovulasi tersembunyi), berlangsungnya kehamilan, bahkan pada saat ovariumnya tidak menghasilkan sel telur lagi atau menopause. Mungkin bagi manusia pada umumnya, aktivitas seks tersebut sangatlah lumrah dilakukan. Namun, jika dibandingkan dengan berbagai spesies hewan lainnya yang notabene mereka hanya melakukan seks ketika induk betina dalam keadaan subur dan siap hamil saja, perilaku seks manusia itu tidak lumrah.

            Hal tersebut mungkin akan membawa kita pada asumsi bahwa jika seks tidak dibuat menyenangkan, manusia tidak mungkin meneruskan keturunannya dengan hamil dan melahirkan. Karena tentu saja kondisi hamil, melahirkan dan mengasuh anak adalah pekerjaan yang melelahkan. Bahkan risiko kematian tertinggi pada perempuan terletak saat perempuan tersebut hamil dan melahirkan. Hal ini cukup mengkhawatirkan bagi perempuan sebagai individu, namun sayangnya seleksi alam tidak peduli akan risiko tersebut. Seleksi alam hanya akan terfokus pada lahirnya keturunan sebagai penerus gen yang baru bahkan kematian individu lain menjadi bayarannya.

            Bagaimana dengan peran laki-laki? Terlepas pada bagian buku ini menjelaskan bahwa peran laki-laki dalam proses evolusi reproduksi manusia masih menimbulkan perdebatan, kontribusi utama laki-laki yaitu dengan menyalurkan gen-nya melalui donor sperma. Sebab kepentingan gen adalah penyebaran sebanyak-banyaknya. Laki-laki cenderung ingin mendonorkan sperma kepada banyak perempuan. Sehingga setelah usai melakukan seks dengan seorang perempuan, laki-laki akan mencari perempuan lain untuk mendonorkan lebih banyak spermanya. Mungkin hal ini juga menjadi asal-muasal mengapa kecenderungan memiliki banyak pasangan dialami oleh laki-laki (poligami).

            Ketersediaan perempuan untuk bisa melakukan seks kapan saja menjadikan laki-laki akan terus menetap dan menjalin hubungan monogami dengan perempuan tersebut. Sistem perkawinan monogami memiliki keuntungan evolusioner menjadikan bayi yang dilahirkan akan terus bertahan hidup dari sumber daya yang diberikan oleh ibu dan ayahnya. Bayangkan jika ayahnya pergi begitu saja mencari perempuan lain untuk dibuahi, sedangkan istri dan anaknya terbengkalai yang pada akhirnya mati di usia muda. Mungkin dari sebab itulah norma masyarakat saat ini memandang sistem pernikahan monogami sebagai sistem pernikahan yang ideal. 

            Preferensi memilih pasangan ideal menjadi kunci sukses terjadinya penerusan gen-gen unggul. Baik laki-laki maupun perempuan masing-masing memiliki kriteria pasangan potensial yang sekiranya menghasilkan keturunan lebih baik, khususnya dalam preferensi seksual. Baik laki-laki maupun perempuan mendasari preferensi pasangan ideal mereka melalui penilaian secara visualisasi fisik calon pasangan mereka (menjadi omong kosong jika terdapat narasi bahwa laki-laki adalah makhluk visual dalam memilih objek seks, padahal seleksi pasangan melalui visualisasi juga dilakukan oleh perempuan).

            Preferensi seksual sendiri juga didasarkan pada kepentingan biologis. Laki-laki akan tertarik pada perempuan cantik dan tubuh simetris (tanpa cacat kelainan) yang sifat tersebut diyakini sebagai ciri-ciri gen yang lebih bagus. Perempuan yang memiliki payudara dan pinggul yang lebih besar juga lebih menarik perhatian laki-laki karena kedua indikator tersebut mengartikan tubuh perempuan dalam keadaan subur sehingga akan menghasilkan keturunan yang sehat. Sedangkan perempuan akan lebih tertarik pada laki-laki bertubuh simetris dan berotot. Otot yang terlihat besar pada tubuh laki-laki mencerminkan kehidupan pemburu-pengumpul leluhur kita bahwa laki-laki yang berotot lebih pandai berburu sehingga memiliki banyak sumber daya yang akan dilimpahkan pada keturunannya.

            Cakupan materi dalam buku setebal 209 halaman ini dijelaskan hampir serinci mungkin sehingga buku ini layak dibaca bagi semua kalangan yang ingin menambah pengetahuan mengenai seksualitas manusia secara singkat, khususnya melalui perspektif biologi evolusioner. Bahasa yang digunakan sangat sederhana menjadikan buku ini dapat dibaca kapan pun dan di mana pun tanpa perlu berpikir terlalu rumit. Selain itu, penulis juga memberikan daftar bacaan lanjutan apabila pembaca tertarik untuk mengeksplorasi pengetahuan seksualitas lebih lanjut, tidak hanya pada dunia manusia, tapi juga pada dunia hewan di berbagai spesies.

            Perubahan seksualitas manusia seiring berjalannya waktu juga tak lepas dari pengaruh faktor non-biologis seperti faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Faktor-faktor tesebut juga akan menjadi cakupan yang menarik untuk dibahas lebih lanjut jika variasi seksualitas manusia akan terus selalu berkembang di masa mendatang. Perawalan yang dinamis dalam setiap perjalanan evolusi reproduksi manusia akhirnya akan membawa kita pada kesimpulan bahwa gen-gen akan selalu diteruskan untuk melanjutkan proses kehidupan berikutnya.


Biografi Penulis

Miladiyah merupakan alumni Universitas Airlangga Surabaya. Pecinta buku-buku Sains Populer.

  MENJADI BUDAK KEINGINAN Oleh: Zainal A. Hanafi   Modernisme banyak memberi kita pengaruh dan tawaran. Dorongan untuk menjadi orang l...

 

MENJADI BUDAK KEINGINAN

Oleh: Zainal A. Hanafi

 

Modernisme banyak memberi kita pengaruh dan tawaran. Dorongan untuk menjadi orang lain dan menjadi seperti yang orang lain lakukan masih kuat. Cantik, anggun, tampan, gagah, cara berpakaian dan juga cara mengkonsumsi apa pun yang mereka inginkan. Semakin banyak semakin banyak pula kebutuhan. Sebutan ‘banyak’ apakah yang dimaksud?

‘Banyak’ bisa jadi dia memiliki kekuasaan yang melimpah, bisa juga harta, bisa juga pengetahuan yang mereka peroleh. Namun, hal yang benar-benar perlu kita miliki adalah mempunyai banyak pengetahun. Semakin banyak pengetahuan semakin hauslah kita untuk mencari pengetahuan yang lain, yang tidak terbatas. Hal itu bermakna positif bagi kehidupan kita sendiri yang pasti berubah-ubah. Tapi kadang juga hal itu dimanfaatkan oleh orang lain sebagai pengakuan bahwa dirinya tidak mampu dalam bidang tertentu sehingga mengharuskan orang yang punya pengetahuan di bidangnya untuk melakukannya. Sedangkan di antara ‘banyak’ yang keduanya cenderung disalahgunakan, bahkan tidak terkontrol.

Kita pasti tahu betapa banyak persoalan negeri ini dikuasai oleh orang yang memiliki modal kekuasaan (kalangan elit). Mereka menggunakan itu untuk menindas satu sama lain, yang modalnya lemah, yang tidak bisa melawan. Kita juga pasti tahu banyak orang kaya yang juga selalu merasa kurang, bahkan jika keinginannya tidak tercapai mereka bisa meminjam uang sesukanya. Persoalan ini bukan berarti mimicu pendapat ‘suka-suka merekalah mau ngapain, wong mereka yang punya duit’, tapi alangkah baiknya jika apa-apa yang mereka punya digunakan semestinya. Begitu pun kadang masih memicu pernyataan tersebut.

Barang-barang yang tak ternilai harganya adalah yang kamu syukuri. Sebab apa pun bentuknya, akan habis juga ditelan waktu. Segala kepemilikan yang dimiliki seseorang bersifat sementara. Kita mesti tahu bagaimana menggunakan itu semua dan itu harus dilakukan secara sadar. Memilah barang apa yang paling dibutuhkan, pasangan mana yang benar kamu yakini, sikap apa yang kamu lakukan ke orang lain, dan apa pun bentuk perilaku semua bermuara pada pemberian.

Ini jelas memungkinkan hal lain terjadi begitu saja. Kecepatan teknologi semakin merambah ke dalam banyak waktu kita. Menjadi budak-budak apa yang masa sekarang tawarkan. Produk baru, profesi paling bagus, desain interior super mewah, dan segala fenomena yang muncul berkat kecanggihan. Kita mesti melihat bagaimana kita menjadi agen, menjadi waktu itu sendiri. Memperlambat atau mengikuti arus yang disediakan dengan kecepatan tinggi. Cara pandang kita mesti berubah bagaimana hal itu dibutuhkan dalam hidup bukan berarti kita harus melakukan ini itu untuk melengkapi kebutuhan.

 

Biografi Penulis


Zainal Abidin Hanafi merupakan penulis asal Pamekasan. Penulis aktif dalam kegiatan sosial maupun literasi. Update tentang dirinya bisa melalui instagram @zainala.hanafi

  ARTIS CORONA   Oleh: Funky Zubair Affandy Langit diatas genting rumah menangis, darah mengucur dari sana.   Para tetangga takut ...

 

ARTIS CORONA

 Oleh: Funky Zubair Affandy



Langit diatas genting rumah menangis,

darah mengucur dari sana.

 

Para tetangga takut keluar rumah,

corona ada dimana-dimana.

Katanya.

 

Petani, PNS dan penjual buah mengikis kulit jemari mereka,

hanya duduk diteras rumah menunggu kabar corona selesai.

 

Sudah.

Beberapa bulan mereka hanya dirumah tanpa bisa menakar gula,

minum kopi bersama teman kerja.

 

Dari atas genting sedu aku tulis.  Anak sekolahan sedang mencari sinyal,

bapak dan ibu ditambah kerjaan. Rumah menjadi tempat mengadu permasalahan.

 

Dari corona sampai karina, pernikahannya terimbas gagal, entah sampai tahun berapa.

Dari corona sampai misnadin, sayur-sayurnya tidur ketanah.

Menggaruk-menggaruk kepala.

 

Dari corona sampai nenek tua viral pidato, cucunya merekam aksinya.

Corona penyakit yang mendunia, mengalahkan artis dan sensasinya.

2020



PELESIRAN ALA CORONA

 

Sepasang mata tergantung diatas bendera,

liur menjadi api,

diubun langit suara-suara menggema.

 

Angin membawa berita ketakutan,

mengetuk jendela.

Corona datang tanpa aba-aba.

 

Kehidupan dirubah paksa menyangkul kerja,

dari atas bejana, pekerja kantoran,

guru dan dosen mengotakatik pelajaran dari rumah.

 

Siswa dan pelajar,

gentayangan disudut pojok sosial media.

 

Corona pelesir diatas pasir,

anginnya memopong berita hanyut didalam sukma.

 

Dibawah kaki tiang bendera anak kecil,

mengasuh puisi diaraknya antara bebatuan dan bunga.

 

Ekonomi dan politik diganyang. abunya ditabur,

masyarakat kecil dan menengah kelilipan entah kemana.

 

Disayang,

corona itu penyakit bukan bahan politik, memporakporanda agama, alat kekuasaan dan juga propaganda.


Bagi Indonesia, ada tiada corona tetap binneka tunggal ika.

 

Corona datang tiba-tiba,

manusia bisa apa,

selain mengadu kepada pembuatnya.

2020


Biografi Penulis


Funky Zubair Affandy penulis puisi dan pegiat seni Teater. Lebih dekat dengan penulis bisa lewat media sosial.

IG: FunkyZubair Affandy

FB: FunkyZubair Affandy


  Sanjâ'na Khalil Satta Èlman   Maca Mata // èajhuma ghân sèttong, tapsèr-tapsèr sè ngalotor ḍâri ngen-angenna sèttong ka bulâ...

 Sanjâ'na Khalil Satta Èlman

 


Maca Mata

//

èajhuma ghân sèttong, tapsèr-tapsèr sè ngalotor

ḍâri ngen-angenna sèttong ka bulâ.

ngarep sajhâghât malaṭhè ngojhân ḍâ’ pamengkangnga atè.

 

//

bhâ’ bhenḍerrâ aèng mata sè ngacernang-soccè

ngaremmes ḍâri mata ghânèko

è buḍi arè bhâkal aghili ka ḍâḍâ bulâ.

 

//

bân bhâ’ teppa’a neng è mata ghânèko kèya

;ḍângḍâng-ḍângḍâng ambu sè ngabbher è langngè’na rassa.

;rong-kerrong, ḍâ-tanḍâ alèyot ngokèr calkongnga ḍâḍâ.

 

Mata Tarèsna, Maret 2020

 


Maskumambang

 

jhâghât bulâ ghi' ngambâng è jhennèngnga

aèng ebbhun sè toron ghellâ' sobbhu:

èonjân serro, kettèr ḍâḍâ aonḍhu ta' bu-ambu.

 

dhika mangkat,

adhina mèsem ta' aharkat.

 

Mata Tarèsna, 19 Juli 2020

 


Artatè

 

bhâ' sapa sè bisa nambhâ' ghumighil kerrong

ḍâlem sobbhuna tarèsna. sanajjân coma

kalabân ajhângo arè sè ghi' asèla è

palèmpèrra pajjhâr. è tèmorra langghâr.

 

Ghâppora, Juli 2020

 


Ra’-tèra’ Tana 

 

ebbhun sè nèngghâ' è pèpèna ḍâun ghi' ta' ghughur

"ngantosa mekkarra sonar è tasè' tèmor.", ca'na.

 

okara-okara ghumighil è serraddhâ tarèsna

bhâ' mèsem sè bârâmma, bisa maanga' bâdhânna.

 

oddhi' èḍingngaghi sèyolla kojhu' sè ghi' ta' manḍi

manandhâng ḍâunna perrèng se acerrèng.

 

langngè' èabâssaghi pon mèra marḍâ

tanḍhâna, ebbhun kodhu siap sè bhânasa.

 

bân bulâ bhâkal abâli polè,

kalabân ngèbâ sanjâ' sè aḍhâsar jhennèngnga atè.

 

Bhâttangan, 22 Juli 2020

 


Taresna Mata

            :sabâtara loka

[1]

ḍâri karettek bulâ arantep otek bân ngarep

ngalotorra ḍâun sè bhiru

ta’ ghughur ka ngamparra tana kajâl ḍâḍâ bulâ

asabâb è ka’ḍinto kèya, kabâ’-kabâ’ pon dhâddhi

paghârra tarèka; ngalang mekkara è nèmor kara.

 

pangèsto pon kaḍung dhâddhi sampayan ta’ atèyang

;èpajhemmorè kalambhi-kalambhi nèspa ta’ satara bân sè biyasa.

ḍuh, panassa arè talèbât ngekkè’ ka bun-embunan

sabâtara angèn sè ceddhu ta’ kellar malèmbây un-ḍâunan.

 

[2]

mèsem takèpè’ seppè. nangès, aèng matana ngalocor

ka ghenṭhongnga atè. akalampoyan, bhâ’ bilâ sè kessabhâ?

bân è bibir ghânèko kèya, sato’or tanjhung, sakaranjhâng mabâr,

sarentèng malaṭhè. èlop-kakerrèngan ta’ jhenno polè.

ḍuh, bhâ’ napè sabâbbhè, mangkana du’a bân pangèsto

ampon èkasanḍhing è bhân-sabbhân serghu’na nyabâ.

 

[3]

bân anèko mènangka sanjâ’ kalabân satonḍun okara

sè ajhârbè’aghi pangghibâddhâ tarèsna mata;

 

ju-kajuwân èpelko’ angèn; bhârât. dhâddhâli aposangan-

atabuyân nyarè pangaobhân. ban omba’ sampe’

masempal kamoddhina sampan. è ghâlurrâ aloran.

ḍuh, mangkana tarèsna ampon ta’ èpabâtes-ta’ èpamaddhu

tapè ghâluḍhugghâ ḍâḍâ ngaghâruḍu’ ta’ bu-ambu.

 

[4]

tarèsna mata: amowara’aghi songay aèng mata.

 

Mata Tarèsna, 1 Maret 2020


Biografi Penulis

Khalil Satta Èlman, nama pena dari Khalilullah lahir di Pulau Poterran, Sumenep, Madura, 7 Mei 2003. Menulis puisi dalam dwibahasa, Indonesia dan Madura sejak duduk di bangku Tsanawiyah. Puisi Bahasa Madura-nya sering dimuat di Radar Madura dan Majalah Jokotolè (Balai Bahasa Jawa Timur), sedangkan puisi Bahasa Indonesinya tersiar di surat kabar dan online, juga terangkum dalam antologi bersama a.l.; Jazirah; Jejak Hang Tuah dalam Puisi (2018), Jazirah 2; Segara Sakti Rantau Bertuah (2019), Perihal Matinya Si Pemuda (2019),Gus Punk; Puisi untuk Gus Dur (2018), Meminang Putri Dewa (2018), Mahligai Penyair Titi Payung; Mengenang Damiri Mahmud (2020), Pringsewu Kita (2020), Gambang Semarang (2020), Rantau; dari Negeri Poci 10 (2020)dll. Saat ini masih nyantri di PP. Al-Ghufron (Battangan) dan masih tercatat sebagai siswa kelas XII prodi IPS/2 di MA Nasyatul Mutaallimin (1) Gapura Timur, Gapura, Sumenep, Madura. Aktif di Komunitas Asap dan Sanggar Biru Laut. Email: khalil.zafra@gmail.com. Facebook: Khalilullah/Khalil Satta  Elman II. WA: 085925750454